zmedia

Mahfud MD Ungkap Keprihatinan Terhadap Nasib Hakim Jujur di Indonesia

Hakim tunggal praperadilan Djuyamto dalam sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu (12/2/2025)

Mantan Menko Polhukam, Mahfud MD, menyampaikan keprihatinannya terkait perlakuan terhadap hakim-hakim jujur di Indonesia yang justru disingkirkan. Salah satu contoh yang ia sebut adalah Hakim Djuyamto, yang pada awalnya berusaha memperbaiki sistem peradilan, namun justru menghadapi ketidakadilan.

Mahfud menceritakan bahwa pada tahun 2011, Djuyamto pernah datang ke Komisi Yudisial (KY) dengan niat untuk memperbaiki sistem peradilan di Indonesia. Djuyamto mengungkapkan keinginannya untuk mengakhiri praktik kolusi di pengadilan dan menjadikan lembaga tersebut lebih bersih. "Dia datang ke KY dan berkata, 'Kami akan memutus mata rantai kolusi di Pengadilan, ini harus dihentikan, pengadilan harus bersih,'" ungkap Mahfud saat tampil dalam acara Gaspol! pada Selasa (13/5/2025).

Mahfud menjelaskan bahwa KY menyambut baik usulan Djuyamto, termasuk terkait dengan kenaikan gaji hakim sebagai bagian dari upaya perbaikan. Namun, Djuyamto malah mendapat tentangan dari pimpinan Mahkamah Agung (MA). "Usul-usul Djuyamto untuk kenaikan gaji dikawal oleh KY dan MA, tapi dia malah dimarahi oleh pimpinan MA karena mengajukan kenaikan gaji," kata Mahfud. Djuyamto menyatakan bahwa niatnya adalah untuk memperbaiki pengadilan dan memastikan dirinya dapat bertahan hidup dengan gaji yang lebih layak, meskipun tidak menginginkan kenaikan yang besar.

Lebih lanjut, Mahfud menyebutkan bahwa Djuyamto akhirnya dipindahkan ke daerah yang jauh di luar Pulau Jawa, diduga karena sikap jujurnya yang tidak diterima di lingkungan peradilan. "Pada tahun 2012, Djuyamto yang dikenal sebagai hakim jujur dipindahkan ke daerah yang jauh dari pusat, mungkin karena dia dianggap mengganggu," ujar Mahfud.

Djuyamto kembali mengadu ke KY, menceritakan kesulitan yang dihadapinya dalam berjuang untuk memperbaiki sistem peradilan. "Dia datang lagi ke KY dan mengeluh, 'Pak, saya mau berbuat baik, tapi kenapa sulit sekali? Saya dipindahkan ke sana,'" cerita Mahfud.

Ironisnya, beberapa tahun kemudian, Djuyamto kembali bertugas di Jakarta, namun ia tertangkap dalam kasus dugaan korupsi. Mahfud melihat peristiwa ini sebagai gambaran menyedihkan tentang nasib hakim jujur yang tidak diberi kesempatan untuk berkembang. "Ketika dia kembali ke Jakarta, dia malah terlibat dalam kasus korupsi. Ini menunjukkan bahwa hakim yang jujur sulit diberi ruang di sistem kita," ujar Mahfud.

Mahfud juga menyebutkan bahwa, dalam sistem peradilan saat ini, mereka yang tidak terlibat dalam praktik korupsi justru dipinggirkan, sementara yang berpotensi terlibat malah diberi kesempatan. "Yang 'bermain' sering kali justru yang diterima, sementara yang jujur malah terpinggirkan," kata Mahfud.